Minggu, 12 Januari 2014

Cerpen-Menanti Hujan



MENANTI HUJAN

Naya masih memperhatikan sahabatnya yang tengah duduk memeluk lulut seraya mengamati hujan yang turun dengan derasnya. Terbesit sebuah keinginan yang datang dari hati Naya untuk membawa sahabatnya keluar rumah, menikmati bagaimana rintik-rintik hujan itu memeluk tubuh tubuh mereka, agar sahabatnya dapat mengetahui bagaimana kerinduan yang kerap dirasakan Naya dengan sahabatnya itu. Tapi itu terlalu menyakitkan untuk dilalui mereka.

***
Dengan anggunnya presipitasi berbentuk cairan itu jatuh perlahan di atas permukaan wajah Ariana saat Ariana menatap langit, rintik-rintik hujan yang ketika tingkat presipitasinya < 25 millimetre (0.98 in) per jam masih membuat Ariana sanggup untuk berada di luar rumah menunggu seseorang yang tak kunjung datang.
Gerimis melambangkan sebuah nada-nada hujan yang jatuh perlahan. Menciptakan sebuah melodi klasik yang indah. Tentang jiwa-jiwa yang bertahan. Jiwa-jiwa yang sunyi sepi, yang menyimpan sebuah rindu yang tersembunyi.
“Ri.. Ayo masuk, nanti kamu masuk angin.” Naya tak habis pikir dengan Ariana sahabatnya, yang entah sejak kapan sangat menyukai hujan.. Bila hujan turun Ariana tak pernah absen untuk bisa merasakan bagaimana air hujan yang dingin itu memeluk erat tubuh Ari.
“Aku ingin selalu bisa seperti ini, merasakan bagaimana langit memeluk bumi dalam derasnya. Menyatukan dua hal yang jauh dan berbeda melalui medium air. Mencairkan apa yang disebut jarak dan hal-hal yang tidak sama.” Begitu kata Ari yang setiap kali menikmati setiap tetes hujan yang jatuh ditubuhnya.
Meskipun aneh atas tingkah laku Ari yang seperti itu, Naya tetap tersenyum dan tertawa melihat Ari yang sering menganggap hujan itu temannya.
“Haha.. Ari itu ada-ada aja masa bicara dengan langit.” Naya masih memperhatikan Ari lewat celah-celah jendela.
“Aaaaaa..” Naya terperanjat saat mendengar Ari berteriak, lantas Naya keluar rumah, hingga saat Naya tiba didepan pintu rumah, Naya tercengang saat mendengar sebuah kalimat yang keluar dari dalam mulut Ari.
“Aku masih berdiri disini! Menikmati bagaimana dinginnya air hujan yang memeluk tubuhku erat, berharap agar air hujan yang jatuh bisa melenyapkan air mata dan sebuah kerinduan yang tak pernah berujung ini..”

Hujan selalu datang bersama harapan.
Hanya saja harapan tak selamanya baik

Tubuh Ari kian bergetar.. bukan hanya karena merasakan air hujan yang semakin deras menghantam tubuhnya tapi karena merasakan bagaimana sakitnya mengucapkan kalimat-kalimat itu.
“Dulu.. Katamu jika aku keluar rumah melihat hujan, aku akan tahu seberapa besar rindumu padaku, dan sekarang aku bukan hanya melihat hujan itu, tapi aku merasakan hujan itu menyatu bersama tubuhku dan aku menemukan sebuah kenyataan bahwa rindu itu benar-benar ada, rindu yang tulus, rindu yang menyakitkan, rindu yang mematikan, kerinduan yang tak berujung, rindu yang hanya datang dariku untukmu, BUKAN DARIMU UNTUKKU, tidak selaras dengan apa yang kau ucapkan, karena rindu yang pernah kau bilang itu hanyalah dusta.”
“Aku lelah mencintaimu dengan tulus, merindukanmu dengan segala apa yang ada pada dirimu, menantimu dengan sekeping hati yang tak tertata rapi berharap kamu akan kembali dan menyusun sekeping hati ini seperti semula.”
Naya merasakan sebuah kesakitan yang menusuk ulu hatinya, sangat dalam.
Mungkin Ari bisa mengklabui Naya yang selama ini menyimpan rapat-rapat apa yang dirasakan Ari, tapi tidak kali ini, Naya sudah tahu semua, bahkan sekarang saat Naya melihat Ari memeluk lututnya diantara hujan yang jatuh ke bumi, Naya tahu kali ini Ari sedang merusaha menyembunyikan gemetar dalam tubuhnya.
Naya berjalan kearah Ari dengan sebuah payung yang sudah bertengger ditanggannya, Naya berusaha tersenyum, tidak memperlihatkan kesedihannya, tidak memperlihatkan bahwa dia sudah mengetahui semuanya.
Ari menoleh saat air hujan tak jatuh lagi diatas tubuhnya, Ari melihat sebuah payung yang memberikan sebuah jarak antara dirinya dan air hujan.
“Ri.. Kamu udah sejam kehujanan, masuk yuk.. nanti kamu sakit.” Perintah Naya dengan seulas senyum.
“Aku belum mau masuk, kamu duluan saja nanti aku menyusul.” Ari menenggelamkan wajahnya diantara lututnya.
“Engga Ri.. Kali ini kamu harus masuk, lihat dirimu! Kau kedinginan Ri.” Naya meraih lengan Ari dan berusaha menarik lengan Ari agar Ari mau masuk kedalam rumah.
“Kalau aku bilang engga ya ENGGA! Kamu ga usah atur-atur hidup aku! Ini hidup aku dan aku berhak atas hidup aku! Dan lu bukan siapa-siapa gua Nay!” Ari menepis tangan Naya.
Naya membuang payungnya kesembarang tempat lantas melayangkan tangannya tepat dipipi kiri Ari, “Gua emang ga berhak ngatur-ngatur hidup lu Ri, tapi gua SAHABAT lu.. gua ga pengen lu SAKIT kayak gini, Gua ga pengen lu terus-terusan ngarepin dia yang sama skali ga pernah mikirin elu, buat apa lu cape-cape mikirin dia yang udah NYIA-NYIAIN ELU, Sadar Ri SADAR!!” Jelas Naya dengan menekankan suaranya pada setiap kata-kata yang dianggapnya perlu untuk didengar dan dicerna.
Ari meraih tangan Naya, “Tampar gua lagi Nay, tampar Nay.. biar gua sadar kalau tamparan elu itu lebih sakit dari sakitnya batin gua.”
Naya meraih tubuh Ari, memeluknya erat, “Gua ga akan ngelakuin itu Ri, gua bakal tunjukin kalau sakit di batin lu itu bisa sembuh, gua ga bakal ngebiarin rasa sakit itu terus-terusan hinggap dalam diri lu.”
Naya merasakan tubuh Ari melemah dalam pelukannya.
***
Ariana tinggal satu atap dengan Naya, mereka bersahabat sejak duduk di bangku SMA.. Kehidupan Ariana dan Naya sangat bertolak belakang, Ariana adalah gadis yang mandiri yang memutuskan untuk tinggal sendiri dibandingkan dengan Ibunya yang sibuk dengan kariernya tanpa memperdulikan Ariana, sedangkan Naya tak seberuntung Ariana yang masih memiliki Ibu, Naya tumbuh besar dalam lingkungan pedesaan dengan seorang bibinya yang sudah tiada sehingga membuat Naya ke Bandung untuk melanjutkan sekolah dan bertemulah mereka, Ariana dan Naya, dalam sebuah rumah kost dan sekolah yang membuat mereka menjadi dua sahabat yang tak dapat dipisahkan.
Entah mengapa cuaca yang dingin di bulan Februari tak berpengaruh besar terhadap Ariana yang tengah terjaga dalam tidur lelapnya.
 Peluh keringat meluncur begitu saja dipermukaan pipi Ari, membuat parit dipipi, yang perlahan tapi pasti mulai banyak membasahi permukaan dahi dan rambut Ariana.
Salah! Ternyata meskipun Ariana berkeringat tapi tubuhnya dingin seperti es. Ya Naya masih berada disisi Ari dan baru menyadari bahwa tubuh Ari yang demam saat Naya mendaratkan tangannya diatas dahi Ariana.
“Aku juga sayang banget ko sama Al..” Ari terus saja berkata seperti itu dan tersenyum meskipun dalam keadaan terjaga.
Naya merasa sakit mendengar kalimat yang keluar dari mulut Ari, Naya tahu Ari sahabatnya sangat menyayangi Al, ya Alvaro, mantan kekasih Ariana, tapi Ariana pernah bilang Alvaro itu bukan mantan kekasihnya tapi lebih pada kekasih masalalunya, begitu katanya.
Naya menyingkirkan anak-anak rambut yang ada dipermukan wajah Ari dan menyelipkannya dibelakang telinga Ari, “Aku kira kamu udah ngelupain Alvaro Ri.. tapi aku salah, cinta kamu itu terlalu besar untuk hilang begitu aja.”
Ketika Naya membasuh keringat Ari, Ari terbangun dan membuka matanya.
“Ri.. Aku bikin kamu terbangun ya? Maaf aku ga maksud.”
Ari tak menjawab, tatapan mata Ari kosong dan bertanya-tanya lantas seperti mencari-cari sebuah jawaban atas pertanyaan yang diajukan bola matanya.
“Kamu kenapa Ri?” Naya bertanya sekali lagi karena khawatir.
Ariana membuka mulutnya dan bercerita kepada Naya bahwa Ariana memimpikan Alvaro, didalam mimpi Ariana, Alvaro kembali pada Ariana dan Alvaro bilang sangat menyayangi Ariana dan tak akan meninggalkannya lagi.
Ariana tampak tersenyum saat menceritakan mimpinya kepada Naya, namun tak lama kemudian Ariana tertunduk, menyadari bahwa itu hanya sekedar mimpi, mimpi yang tak akan menjadi kenyataan walau bagaimanapun caranya.
Naya memeluk Ari erat, berharap agar pelukannya bisa mengurangi kesedihan hati sahabatnya. “Tenang Ri.. butiran hujan yang jernihpun berasal dari awan yang gelap.”
***
Hujan kembali turun dengan derasnya, Ariana memaksa untuk keluar rumah namun Naya tidak memperbolehkannya dengan alasan karena Ariana masih demam.
Kali ini Ariana menurut, Ari hanya menikmati embun yang tercipta di jendela karena hujan.
            Makin hari Ariana semakin bertingkah aneh, melamun sendiri, dan berbicara sendiri bahkan memaki tak karuan didepan jendela saat melihat hujan turun, tidak seperti kemarin-kemarin yang masih ingin keluar rumah menikmati hujan, atau sekalipun tak diperbolehkan oleh Naya Ariana akan diam-diam menyentuh air hujan lewat celah-celah jendela ataupun hanya menyentuh embun yang tercipta di atas permukaan kaca jendela.
            Tiap malam juga Ariana memimpikan Alvaro, entah itu mimpi yang indah atau buruk sekalipun Ariana akan tetap menangis karenanya. Melihat kenyataan itu membuat Naya gusar.
            “Bahkan mimpi yang indah sekalipun bisa membuat seseorang menangis karena tahu itu hanyalah mimpi dan tak akan menjadi kenyataan.” Naya masih bingung dengan apa yang harus dilakukannya.
            Ariana menengadah saat mendengar suara derap langkah dari balik badannya, lantas sedetik kemudian Ari membuang pandangannya kearah lain.
            Naya datang bersama seorang laki-laki dengan jas putih yang dapat dibilang jas kebanggaan laki-laki itu.
            Ya.. Naya datang bersama dokter untuk memeriksa keadaan Ariana. Pupil Naya membesar dan rahang nyaris terkatup saat dokter itu menjelaskan keadaan Ariana. Pernyataan dokter itu bagaikan sengatan lebah, bagai sebuah ombak yang menghantam bebatuan besar.. Menusuk ulu hati, menyakitkan.
            “Ariana mengalami depresi berat dalam batinnya, bisa dibilang Ariana mengalami Broken Heart Syndrome atau nama lainnya Stress Cardiomyopathy, ini sangat berdampak berat untuk kesehatan dan jiwanya, memang belum sangat buruk namun bisa lebih buruk lagi jika batinnya masih dalam keadaan seperti ini, saya hanya bisa memberikan obat penenang dan penghilang rasa sakit kepala, namun obat yang paling berpengaruh itu hanyalah penyebab yang membuatnya seperti ini, ini resepnya silahkan secepatnya ditebus. Terima kasih.”
            Kenyataan yang ironis ini membuat Naya harus segera bertindak.
***
Tiga hari setelah Dokter mendiagnosa Ariana, kondisi Ariana masih sama memprihatinkannya, suka tersenyum sendiri bahkan berteriak tak jelas.
Naya masih memperhatikan sahabatnya yang tengah duduk memeluk lulut seraya mengamati hujan yang turun dengan derasnya. Terbesit sebuah keinginan yang datang dari hati Naya untuk membawa sahabatnya keluar rumah, menikmati bagaimana rintik-rintik hujan itu memeluk tubuh tubuh mereka, agar sahabatnya dapat mengetahui bagaimana kerinduan yang kerap dirasakan Naya dengan sahabatnya itu. Tapi itu terlalu menyakitkan untuk dilalui mereka.
Terdengar sebuah ketukan pintu, secepat mata memandang Naya langsung membuka pintu dan mempersilahkan tamu istimewanya masuk.
Dengan suara derap langkahnya orang itu masuk melewati ruang tamu sembari mengedarkan pandangannya kesegala sudut rumah dan ketika orang itu melihat seorang gadis tengah berdiri memandang ke luar jendela dengan mata yang lurus dan kosong, orang itu diam bergeming, butuh untuk dirinya menghela nafas atas apa yang dilihatnya sekarang.
Seorang gadis yang dulunya memiliki mata yang indah penuh dengan pesona sekarang hanya bisa memandang kosong dengan kantung hitam yang bergelayut diatas matanya.
Seorang gadis yang dulunya ceria sekarang terlihat nyaris tak memiliki harapan.
Pemandangan ini sangat menohok jantung dan ulu hati orang itu, lantas orang itu dengan langkah perlahan mendekati Ariana, semakin dekat dengan jarak antara dia dan Ariana semakin cepat pula jantung orang itu berpacu.
“Ariana..” Orang itu sangat berusaha memberanikan diri untuk mengucapkan sesuatu karena kentara sekali dari gesture orang itu yang merasa salah tingkah.
Ariana menoleh namun Ariana tak mengubris sapaan orang itu.
Memori otak Ariana membawanya kepada saat hubungan Ariana dan Alvaro kandas di tengah jalan.
Ariana terlarut dalam masa lalunya, teringat bagaimana seorang Alvaro mendekati wanita lain bahkan saat mereka masih bersama walaupun dalam keadaan break, dan saat itu teman laki-laki Ariana pernah bilang, biasanya kalau laki-laki udah minta break artinya dia udah bosen dan bisa jadi udah punya cewe lain dihatinya.
Orang itu lantas menyematkan sebuah senyuman yang membuat seraut wajah Ariana dan pandangannya berubah menjadi sarkastik.
“Kita harus berakhir Ri.”
“Aku lelah dan jenuh Ri, Aku ingin sendiri.. ku pikir kau cukup dewasa untuk mengerti keputusanku.”
“Masa lalu belum tentu jadi masa depan.”
Ariana berteriak histeris, menutup wajahnya, enggan melihat wajah orang yang sangat dicintainya dengan sangat tulus itu, meskipun akhirnya orang itu telah mengkhianati dan menyia-nyiakan Ariana.
“Aku ada disini Ri, aku janji kali ini aku ga akan ninggalin kamu lagi, aku sayang kamu Ri.” Alvaro memeluk Ariana meski dengan sekuat tenaga harus tetap bertahan karena Ariana yang memberontak dalam pelukannya.
            Setiap hari Alvaro berada disisi Ariana, berusaha untuk mengembalikan semua keindahan yang ada dalam diri Ariana, Alvaro menyadari bahwa Ariana tulus mencintainya hingga Alvaro yakin untuk memulai hubungan baru, bukan mengulang hubungan. Karena seperti yang pernah orang-orang bilang, film aja ga seru dan bosen kalau diulang terus, apalagi sebuah hubungan? Maka dari itu mereka ga harus mengulang tapi memulai.
Karena sebenarnya hubungan yang baik itu adalah hubungan yang saling mempercayai satu sama lain dan dua diantara keterkaitannya adalah sebuah kesetiaan dan tanggung jawab atas hubungan itu.
Naya memperhatikan Ariana dan Alvaro diambang pintu, dengan perasaan yang berjuta rasanya Naya meneteskan air matanya antara perasaan bahagia atau mungkin sebaliknya.
***
            “Kenapa harus itu yang kamu minta? Aku kan udah pernah bilang aku sayang sama kamu, dan aku ga mungkin ngelakuin itu.”
            “Tapi aku ga sayang sama kamu Al, aku nganggep kamu itu cuma sahabat kecil aku dan ga lebih” Ungkap Naya.
“Lantas perjanjian kita 10 tahun silam kamu anggap apa Nay?” Alvaro mulai merasa emosi.
“Itu terjadi saat kita masih berusia 7 tahun Al, kamu bisa bayangkan bagaimana saat usia kita 7 tahun yang membuat sebuah perjanjian, itu ga masuk akal, kita masih kecil saat itu dan sejalan dengan waktu perasaan itu hilang, ga pernah ada lagi.”
“Alah omong kosong!!” Umpat Alvaro.
“Aku mohon Al, kembalilah pada Ariana.. Aku yakin perasaan kamu terhadap Ariana belum sepenuhnya hilang karena kalian memang pernah menjalin sebuah hubungan sebelumnya..” Naya tampak terlihat parau.
Alvaro melangkahkan kakinya menjauhi Naya.
“Aku ga mau bilang demi cinta kamu ke aku kamu harus ngelakuin ini, aku cuma mau bilang please demi persahabatan kita, persahabatan kita yang ga akan pernah berakhir.. Aku harap besok kamu datang kerumahku..”
***
Naya berdusta tentang perasaannya terhadap Alvaro, perasaan Naya tetap sama dari sejak mereka kecil hingga saat ini, menyayanginya lebih dari sahabat.. Namun Naya harus melakukannya untuk sebuah persahabatan yang tak akan pernah berujung.
Setiap senyumku adalah bahagiaku
Setiap bahagiaku adalah nafasku
Setiap nafasku hanyalah untuk mereka para sahabatku..

Hidup takkan pernah adil untuk mereka yang egois
Hidup akan indah untuk kita yang ikhlas
***

Kesehatan Ariana semakin membaik, malah bisa dibilang sudah sembuh total atas depresinya.
Dengan langkah perlahan Alvaro mendekati Ariana yang tengah memandang halaman rumah dari jendela.
“Hei.. lagi apa?” Alvaro mengacak-acak rambut Ariana.
Ariana menyematkan sebuah senyumnya, “Menanti hujan”
Alvaro senang melihat Ariana tersenyum, “Terkadang aku merasa bodoh karena pernah menyia-nyiakan ketulusanmu.” Alvaro sedikit berkaca-kaca jika mengingat apa yang pernah terjadi.
“Al.. kamu ga bodoh ko, cuma kurang pinter aja haha”
“Iya.. iya.. Alvaro sayang…. banget sama Ariana dan Al juga bahagia karena ketulusan itu udah ada digenggaman tangan Al lagi.” Alvaro memeluk pinggang Ariana lantas mencium puncak kepala Ariana.
“Keluar yuk Ri..”
Ariana dan Alvaro melangkah keluar rumah.
“Ri.. Aku tak akan banyak mengumbar kata-kata cinta tapi aku akan membuktikan bahwa aku benar-benar tulus mencintai kamu.”
“Hem.. ciyeee so sweet haha.” Ariana tertawa mendengar Al berkata seperti itu.
“Serius Ri.. dan ini buat kamu..” Al mengeluarkan mawar putih dari balik tubuhnya.
Tak lama hujanpun turun membasahi tubuh mereka. Alvaro memeluk tubuh Ariana erat sekali seakan tak mau Ariana hilang dalam dekapannya.
Sementara itu Naya yang berada tak jauh dari mereka menitikan air mata atas kebahagiaan yang sahabatnya meskipun hatinya sedikit terluka, mungkin air hujan bisa menghilangkan luka hatinya  yang kemudian akan larut dan berkumpul bersama air hujan lain, pikirnya.
“Semoga mereka akan bahagia selalu.. begitupun dengan diriku.. semua akan indah pada waktunya, amin” Naya beranjak dan masuk kedalam rumah.
“Sekarang dipenghujung akhir Februari, tanggal 29 yang hanya ada empat tahun sekali, dan langit adalah saksi bisu cinta kita berdua, aku sayang kamu Ri..” Alvaro berkata tulus dari dalam hatinya.
Sekarang bukan hanya derasnya hujan yang memeluk Ariana di antara titik-titik hujan lain, tapi orang yang menyayanginyalah yang sudah ada tepat dihadapannya yang tengah memeluk dirinya di tengah-tengah derasnya hujan.
Ariana menitikan air mata, dan air mata itu menyatu dengan titik-titik hujan lain yang membuat Ariana berharap bahwa air mata yang akan mengalir melewati pipinya adalah air mata yang didasari atas kebahagiaan dan tak aka nada lagi air mata kesedihan karena air mata kesedihan itu akan hilang terbawa oleh air hujan.
Setelah luka ada bahagia
Setelah menunggu pasti aka nada yang datang
Hiduplah seperti pelangi
Selalu setia menunggu hujan reda
Tuk bisa melihat biasan cahaya dari matahari
Tuk bisa melihat indahnya dunia
Karena semua pasti akan indah pada waktunya

 “Ariana juga sayang banget sama Al..” Ariana tersenyum bahagia seperti indahnya lengkungan pelangi setelah hujan reda.

Mengapa ada orang yang setia menanti hujan?
Dia berharap ada mentari yang akan membiaskan cahayanya
Dia berharap ada pelangi setelahnya, dan
Dia rindu bagaimana cara langit memeluk bumi dalam derasnya
Menyatukan hal berbeda tanpa suatu jarak
Menciptakan sebuah senyum yang melengkung indah seperti pelangi

THE END

follow wattpad saya @nrfitrianiputri

3 komentar:

Purnama -NPL-

Terbaring di atas pasir Menatap langit bertaburkan bintang di temani bulan Terpejam meresapi suara ombak saling bersahutan Malam ini ...